Nonton Dulu Videonya !

Selasa, 08 Januari 2008

Janji dan Komitmen Sang Presiden (Resensi Pilihan Buku Janji2 & Komitmen SBY-JK edisi 1)

Judul: Janji-Janji & Komitmen SBY-JK, Menabur Kata Menanti Bukti
Penulis: Rudy S. Pontoh
Penerbit: Media Pressindo, Yogyakarta
Tebal: xii + 178 halaman
Cetakan: I, Desember 2004

Selama masa kampanye pemilihan presiden dan wakil presiden lalu, Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla begitu banyak mengumbar janji dan komitmen kepada rakyat. Apa saja janji dan komitmen mereka dan sejauh mana realisasinya?

"Saya setuju jika janji-janji calon presiden dan calon wakil presiden dicatat, agar jika terpilih nanti, masyarakat bisa menagihnya." Demikianlah ucapan Jusuf Kalla saat berbicara di depan peserta Rakernas Badan Diklat Srondol Semarang, 17 Juni 2004.
Tampaknya ucapan itu menginspirasi Rudy S. Pontoh untuk menghimpun setiap kata-kata mengandung janji dan komitmen, oleh penulis buku ini disingkat dengan jankomit, yang pernah dilontarkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla (JK) selama masa persiapan kampanye hingga usai pelantikannya sebagai presiden dan wakil presiden RI.

Untuk keperluan pengumpulan jankomit itu, penulis melacak pemberitaan sejumlah media massa sepanjang kurun waktu Mei hingga Oktober 2004. Hasilnya? Ada ribuan jankomit yang dikemukakan duet calon presiden dan calon wakil presiden ini tatkala mempromosikan dirinya, baik secara berpasangan maupun terpisah.

Secara kuantitatif, hal itu tidak mengherankan. Bayangkan saja bila dalam setiap pertemuan yang mereka hadiri-yang acap kali dijadikan ajang kampanye-ada sekitar satu hingga tiga jankomit yang terlontar. Nah, untuk perhelatan akbar berskala nasional semacam ini, misalkan ada 1.000 kegiatan, tak ayal ada 1.000 hingga 3.000 jankomit yang keluar dari mulut mereka. Jadi sekali lagi, jumlah itu tidak mengejutkan.

Melontarkan janji dan komitmen sepertinya sudah menjadi hal biasa dalam kampanye. Justru jika tidak ada gembar-gembor seperti itu, kampanye terasa kurang panas. Tidak heran jika jankomit menjadi senjata paling ampuh untuk meraup suara sebanyak-banyaknya di negeri ini.

Namun, zaman sudah berubah. Meski teknik pemberian jankomit belum berubah, setidaknya rakyat sebagai pendengarnya sudah. Mereka tidak mau berpangku tangan, sekedar berdiam diri menunggu realisasi janji.

Terobosan baru itu a.l. ditempuh penulis dengan cara merangkum semua jankomit ke dalam sebuah buku, sehingga siapa pun akhirnya bisa menyimak jankomit itu. Kealpaan manusia sebagai makhluk yang bisa dan cepat lupa, menjadi terbantu dengan kehadiran buku ini sebagai pengingat setia.

Secara cermat penulis pun memilah dan memilih ribuan jankomit itu untuk kemudian menggolongkannya ke dalam sejumlah kategori. Klasifikasi ini memudahkan pembaca dalam menemukan jankomit berdasarkan aspek permasalahan, dari soal pemberantasan KKN, perbaikan pendidikan, penegakan hukum, budaya dan seni, kebebasan pers, bisnis dan usaha, hingga kabinet dan agenda kerjanya.

Penulis pun dengan rinci memberi catatan di bawah setiap jankomit. Catatan itu menerangkan siapa yang mengutarakan jankomit tersebut, pada forum apa, di mana dan kapan. Dengan begitu kita semua bisa mengkroscek apa-apa saja jankomit mereka dan bagaimana realisasinya di kemudian hari.

Penggolongan jankomit secara lisan yang dilakukan SBY dan JK selama kampanye bisa pembaca simak pada bagian pertama buku ini. Sedangkan jankomit yang termaktub dalam visi misi kepemimpinan terdapat pada bagian kedua.

Sementara untuk melihat signifikansi perubahan yang terjadi, membandingkan antara sebelum dan sesudah pasangan itu menjabat, penulis memuat sejumlah data dan angka sebagai indikator janji pada bagian ketiga. Pada bagian terakhir penulis memuat sejumlah harapan dan opini khalayak yang masuk lewat komunikasi di dunia maya.

Pemenuhan jankomit

Dalam 100 hari masa pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu, bentukan SBY dan JK, sudah ada beberapa hal yang terpenuhi a.l. kuota empat orang menteri perempuan serta pelibatan putra Papua dalam kabinet. Namun, ada pula yang mengabaikan jankomit awal, di antaranya pengangkatan menteri BUMN yang partisan.

Padahal sebelumnya SBY berjanji akan mengisi jabatan Jaksa Agung, Kepala Badan Intelijen Nasional (BIN) dan Menteri BUMN dengan orang profesional nonpartisan. Alasannya kala itu "Agar tidak mengganggu kinerja mereka. Andai orang jujur pun mengisi jabatan itu, kalau dia partisan, dia akan dianggap memihak pada politik-politik tertentu."

Namun, apa mau dikata, SBY mengingkari ucapannya itu. Jabatan Menteri Negara BUMN justru diduduki wakil dari partai, alias partisan. Bukan itu saja, masih ada lagi tindakan SBY yang mencengangkan para pemilihnya. Di antaranya soal kebijakan menaikkan BBM dan menambah komitmen utang dengan mengatas namakan bencana tsunami di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatra Utara.

Apakah janji tinggal janji belaka? Jikalau pemimpin tidak mendengarkan aspirasi rakyat, peranan rakyat untuk mengingatkan pemimpin yang melenceng tidak akan berjalan dengan baik. Hanya waktu yang bisa menjawab bagaimana janji itu terealisasi nantinya.

Kita cuma bisa berharap semoga jankomit SBY-JK itu bukan sekedar janji belaka. Bukankah janji adalah utang? Tetapi, jangan-jangan rakyat yang terlalu berlebihan mempercayai perkataan mereka sebagai janji. Pasalnya, SBY pernah bilang, "Kami tidak suka berjanji, apalagi berjanji tentang hal yang saya tidak mempunyai kewajiban untuk memenuhinya. Kami tidak mengkomunikasikan sesuatu yang tidak kami tulis dan serahkan kepada KPU."

"Kami tidak mengkomunikasikan sesuatu yang tidak kami pikirkan secara matang, dan hanya seingat-ingatnya saja. Sesuatu yang semua kita tahu pasti tidak melahirkan manfaat, malah sebaliknya melahirkan ketidakkonsistenan. Ketidakkonsistenan yang dapat membuat rakyat bingung, tetapi tidak bisa dituntut pertanggungjawabannya."

Pudji Lestari
Kontributor Bisnis Indonesia

SUMBER : Bisnis Indonesia Minggu, 06-FEB-2005

Tidak ada komentar: