Judul : Janji2 dan komitmen SBY-JK, Menabur Kata Menanti Bukti
Penulis : Rudy S Pontoh
Penerbit : Media Pressindo
Cetakan I : Desember 2004
Halaman : 178 halaman
BUKU ini bisa diibaratkan sebuah kamus acuan untuk mencari kebenaran dari perkataan yang pernah dikatakan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK).
Lebih tepatnya lagi sebagai indikator terbuktinya perkataan mereka sekaligus berhasil tidaknya mereka mewujudkan visi dan misi mereka selama masa kepemimpinannya.
Dari sekian banyak janji dan komitmen (jankomit) yang pernah diucapkan SBY-JK dalam buku ini, sebagian memang telah terbukti, namun tidak sedikit pula yang bertentangan dengan janji dan komitmen (jankomit) mereka, dan yang pasti mereka masih punya PR yang harus diwujudkan sebagai bukti dari ucapan mereka.
Diantaranya, dalam komposisi kabinet mereka memberi empat posisi menteri kepada wanita, ini terbukti. Memilih putra Papua untuk duduk dikabinet juga sesuai janji. Namun memilih menteri BUMN dari kalangan nonpartisan malah tidak terbukti.
Dalam kenyataan yang terpilih adalah seorang partisan salah satu parpol. Selanjutnya, masih ada ratusan jankomit lain menunggu bukti hingga lima tahun ke depan. Penulis bertanya, adakah kita mencatatnya?
Berbekal rasa penasaran plus keinginan untuk menagih atau lebih tepat menunggu janji, penulis menorehkan tinta dalam buku ini berdasar data yang penulis dapatkan dari pelacakan media untuk mendapatkan berita dan informasi apa saja yang berhubungan dengan SBY-JK.
Mulai dari Koran, majalah, radio, bulletin, televisi yang penulis anggap bonafit maupun penelusuran langsung. Dan yang membuat penulis tercengang, hasil pengumpulan data tersebut ternyata mencapat angka ribuan jankomit yang notabenenya utang yang harus dibayar presiden SBY dan wakil presiden JK.
Melalui buku ini, penulis tidak memaparkan semua jankomit, namun yang termuat bisa dikatakan mewakili jankomit lainnya. Maksudnya agar pembaca tidak terlalu banyak ‘makan’ janji.
Sebagai bumbu tambahan, dalam buku ini juga dilengkapi komentar dan opini dari mereka yang menunggu bukti jankomit.
Sementara itu sebagai indikator apakah SBY-JK memenuhi jankomit mereka, pada bagian lain buku ini, penulis menyertakan fakta dan data keadaan Indonesia saat ini, saat jankomit diucapkan.
Lima tahun mendatang bukalah kembali fakta dan data ini. Jika fakta dan data pada saat itu ternyata banyak yang berubah dari fakta dan data dalam buku ini, penulis bisa memastikan SBY-JK telah memenuhi janji-janji perubahan yang selalu mereka dengungkan. Namun, lihat pula arahnya, lebih baik atau sebaliknya?
Ada beberapa point yang diuraikan penulis dalam bukunya, hal ini berkaitan dengan fase perjalanan kepemimpinan SBY-JK yang membawa dirinya sampai ke kursi presiden dan wakil presiden. Sehingga pembaca dapat memahami jelas alur cerita buku ini.
Pada bagian satu, penulis coba memaparkan jankomit SBY-JK dari persiapan kampanye hingga usai pelantikan. Pada bagian kedua, diulas jankomit SBY-JK yang tersirat melalui visi dan misi mereka. Dibagian tiga, penulis membuka data dan angka yang bisa dijadikan sebagai indikator janji, dan dibagian terakhir, bagian keempat, penulis mencoba menceritakan komentar dari mereka yang menunggu realisasi janji.
Pada bagian pertama, ada 25 tema jankomit yang dijabarkan lagi dalam beberapa data dan fakta yang berhasil penulis kumpulkan. Sedang pada bagian dua, terdapat 21 jankomit yang semua dimbuhi awalan ‘me’, artinya sebuah isyarat akan melakukan sebuah pekerjaan.
Dari 25 tema jankomit di atas, contohnya saja dalam hal pemberantasan KKN, SBY pernah berkata dalam acara dialog,’visi dan strategi kebudayaan calon presiden 2004' di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Senin 14 Juni 2004.
Dalam dialog itu SBY berucap, ‘Saya akan mengadakan kontrak politik dengan rakyat dalam menanggulangi pemberantasan korupsi. Satu rupiah pun uang negara harus dipertanggungjawabkan dan diaudit. Pemeriksaan harus transparan. Rakyat harus mengetahui apa yang sudah dilakukan, apa yang belum dilakukan dan apa yang akan dilakukan ke depan’.
Hal lain adalah kepedulian terhadap rakyat. Saat SBY mengadakan silaturrahmi dengan sejumlah ulama dan cendikiawan muslim di Asrama Haji Masyhur, Medan, Jum’at 18 Juni 2004, ia pernah berkata akan memprioritaskan upaya penanggulangan masalah perekonomian bagi masyarakat kalangan bawah.
Ada juga masalah pendidikan, perlindungan dan pemberdayaan perempuan, ketenagakerjaan, keamanan dan pertahanan, pelayanan kesehatan, budaya dan seni, hubungan dan kerjasama Internasional, nelayan dan petani, kebebasan pers dan beberapa hal lain yang dianggap non kategori.
Salah satu poin yang ada dalam non kategori adalah kesiapan presiden untuk tinggal di istana, menurutnya dengan tinggal di istana, pengaturan kegiatan kepresidenan dari pagi hingga malam hari akan lebih mudah, juga memudahkan pengamanan, tamu-tamu mudah ditata, pengeluaran bisa dihemat, agar uangnya bisa diperuntukkan untuk perbaikan fasilitas.
Seperti yang terjadi pada sejarah kepemimpinan sebelumnya. Presiden RI yang pernah tinggal di istana kepresidenan Jakarta hanyalah dua orang.
Mereka adalah Presiden pertama RI, Soekarno dan presiden Abdurrahman Wahid. Sedang presiden Soeharto dan Habibie lebih memilih menetap dikediamannya saat menjabat presiden. Dan Megawati memilih tinggal dirumah dinas kepresidenan.
Pada bagian dua ada beberapa hal yang diuraikan penulis. Diantaranya adalah jankomit meningkatkan saling percaya, mencegah dan menanggulangi separatisme, menegakkan hukum dan ketertiban, mencegah terorisme, meningkatkan kemampuan pertahanan, dan memantapkan politik luar negeri.
Dalam bagian tiga mengenai data dan angka indikator janji, penulis coba memaparkan fakta yang terjadi saat ini.Misalnya, sejak tahun 2002 hingga 2004 ada 100 kasus korupsi yang diajukan kepengadilan. Tapi, jumlah pelaku yang dipenjara bisa dihitung dengan jari.
Data dan fakta ini bisa dijadikan indikator, jika memang ada perubahan melebihi angka 50 persen ke arah yang lebih baik, bisa diartikan SBY-JK telah memenuhi jankomit mereka.
Selain itu juga ada data dan fakta warisan Megawati yang juga jadi PR bagi SBY-JK, diantaranya jumlah penduduk miskin Indonesia mencapai 37,3 juta atau 17,4 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Karena itu, mampukan SBY-JK mewujudkan janji dan komitmen mereka, kita tunggu saja realisasinya.
Wahyudi Rachman
SUMBER: Banjarmasin Post, Minggu, 27 Februari 2005 02:05
Penulis : Rudy S Pontoh
Penerbit : Media Pressindo
Cetakan I : Desember 2004
Halaman : 178 halaman
BUKU ini bisa diibaratkan sebuah kamus acuan untuk mencari kebenaran dari perkataan yang pernah dikatakan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK).
Lebih tepatnya lagi sebagai indikator terbuktinya perkataan mereka sekaligus berhasil tidaknya mereka mewujudkan visi dan misi mereka selama masa kepemimpinannya.
Dari sekian banyak janji dan komitmen (jankomit) yang pernah diucapkan SBY-JK dalam buku ini, sebagian memang telah terbukti, namun tidak sedikit pula yang bertentangan dengan janji dan komitmen (jankomit) mereka, dan yang pasti mereka masih punya PR yang harus diwujudkan sebagai bukti dari ucapan mereka.
Diantaranya, dalam komposisi kabinet mereka memberi empat posisi menteri kepada wanita, ini terbukti. Memilih putra Papua untuk duduk dikabinet juga sesuai janji. Namun memilih menteri BUMN dari kalangan nonpartisan malah tidak terbukti.
Dalam kenyataan yang terpilih adalah seorang partisan salah satu parpol. Selanjutnya, masih ada ratusan jankomit lain menunggu bukti hingga lima tahun ke depan. Penulis bertanya, adakah kita mencatatnya?
Berbekal rasa penasaran plus keinginan untuk menagih atau lebih tepat menunggu janji, penulis menorehkan tinta dalam buku ini berdasar data yang penulis dapatkan dari pelacakan media untuk mendapatkan berita dan informasi apa saja yang berhubungan dengan SBY-JK.
Mulai dari Koran, majalah, radio, bulletin, televisi yang penulis anggap bonafit maupun penelusuran langsung. Dan yang membuat penulis tercengang, hasil pengumpulan data tersebut ternyata mencapat angka ribuan jankomit yang notabenenya utang yang harus dibayar presiden SBY dan wakil presiden JK.
Melalui buku ini, penulis tidak memaparkan semua jankomit, namun yang termuat bisa dikatakan mewakili jankomit lainnya. Maksudnya agar pembaca tidak terlalu banyak ‘makan’ janji.
Sebagai bumbu tambahan, dalam buku ini juga dilengkapi komentar dan opini dari mereka yang menunggu bukti jankomit.
Sementara itu sebagai indikator apakah SBY-JK memenuhi jankomit mereka, pada bagian lain buku ini, penulis menyertakan fakta dan data keadaan Indonesia saat ini, saat jankomit diucapkan.
Lima tahun mendatang bukalah kembali fakta dan data ini. Jika fakta dan data pada saat itu ternyata banyak yang berubah dari fakta dan data dalam buku ini, penulis bisa memastikan SBY-JK telah memenuhi janji-janji perubahan yang selalu mereka dengungkan. Namun, lihat pula arahnya, lebih baik atau sebaliknya?
Ada beberapa point yang diuraikan penulis dalam bukunya, hal ini berkaitan dengan fase perjalanan kepemimpinan SBY-JK yang membawa dirinya sampai ke kursi presiden dan wakil presiden. Sehingga pembaca dapat memahami jelas alur cerita buku ini.
Pada bagian satu, penulis coba memaparkan jankomit SBY-JK dari persiapan kampanye hingga usai pelantikan. Pada bagian kedua, diulas jankomit SBY-JK yang tersirat melalui visi dan misi mereka. Dibagian tiga, penulis membuka data dan angka yang bisa dijadikan sebagai indikator janji, dan dibagian terakhir, bagian keempat, penulis mencoba menceritakan komentar dari mereka yang menunggu realisasi janji.
Pada bagian pertama, ada 25 tema jankomit yang dijabarkan lagi dalam beberapa data dan fakta yang berhasil penulis kumpulkan. Sedang pada bagian dua, terdapat 21 jankomit yang semua dimbuhi awalan ‘me’, artinya sebuah isyarat akan melakukan sebuah pekerjaan.
Dari 25 tema jankomit di atas, contohnya saja dalam hal pemberantasan KKN, SBY pernah berkata dalam acara dialog,’visi dan strategi kebudayaan calon presiden 2004' di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Senin 14 Juni 2004.
Dalam dialog itu SBY berucap, ‘Saya akan mengadakan kontrak politik dengan rakyat dalam menanggulangi pemberantasan korupsi. Satu rupiah pun uang negara harus dipertanggungjawabkan dan diaudit. Pemeriksaan harus transparan. Rakyat harus mengetahui apa yang sudah dilakukan, apa yang belum dilakukan dan apa yang akan dilakukan ke depan’.
Hal lain adalah kepedulian terhadap rakyat. Saat SBY mengadakan silaturrahmi dengan sejumlah ulama dan cendikiawan muslim di Asrama Haji Masyhur, Medan, Jum’at 18 Juni 2004, ia pernah berkata akan memprioritaskan upaya penanggulangan masalah perekonomian bagi masyarakat kalangan bawah.
Ada juga masalah pendidikan, perlindungan dan pemberdayaan perempuan, ketenagakerjaan, keamanan dan pertahanan, pelayanan kesehatan, budaya dan seni, hubungan dan kerjasama Internasional, nelayan dan petani, kebebasan pers dan beberapa hal lain yang dianggap non kategori.
Salah satu poin yang ada dalam non kategori adalah kesiapan presiden untuk tinggal di istana, menurutnya dengan tinggal di istana, pengaturan kegiatan kepresidenan dari pagi hingga malam hari akan lebih mudah, juga memudahkan pengamanan, tamu-tamu mudah ditata, pengeluaran bisa dihemat, agar uangnya bisa diperuntukkan untuk perbaikan fasilitas.
Seperti yang terjadi pada sejarah kepemimpinan sebelumnya. Presiden RI yang pernah tinggal di istana kepresidenan Jakarta hanyalah dua orang.
Mereka adalah Presiden pertama RI, Soekarno dan presiden Abdurrahman Wahid. Sedang presiden Soeharto dan Habibie lebih memilih menetap dikediamannya saat menjabat presiden. Dan Megawati memilih tinggal dirumah dinas kepresidenan.
Pada bagian dua ada beberapa hal yang diuraikan penulis. Diantaranya adalah jankomit meningkatkan saling percaya, mencegah dan menanggulangi separatisme, menegakkan hukum dan ketertiban, mencegah terorisme, meningkatkan kemampuan pertahanan, dan memantapkan politik luar negeri.
Dalam bagian tiga mengenai data dan angka indikator janji, penulis coba memaparkan fakta yang terjadi saat ini.Misalnya, sejak tahun 2002 hingga 2004 ada 100 kasus korupsi yang diajukan kepengadilan. Tapi, jumlah pelaku yang dipenjara bisa dihitung dengan jari.
Data dan fakta ini bisa dijadikan indikator, jika memang ada perubahan melebihi angka 50 persen ke arah yang lebih baik, bisa diartikan SBY-JK telah memenuhi jankomit mereka.
Selain itu juga ada data dan fakta warisan Megawati yang juga jadi PR bagi SBY-JK, diantaranya jumlah penduduk miskin Indonesia mencapai 37,3 juta atau 17,4 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Karena itu, mampukan SBY-JK mewujudkan janji dan komitmen mereka, kita tunggu saja realisasinya.
Wahyudi Rachman
SUMBER: Banjarmasin Post, Minggu, 27 Februari 2005 02:05
Tidak ada komentar:
Posting Komentar