Nonton Dulu Videonya !

Senin, 07 Januari 2008

Dari Balik Penerbitan Buku Janji-Janji & Komitmen SBY-JK Edisi 1

Surat dari Penulis
Kisah Biru: Ada Apa, Sih? Kok, Semua Pada Nolak?

Waktu ditawarkan ke penerbit, banyak penerbit yang menolak. Saat menulis surat pembaca ke media cetak untuk mencari mitra penerbit, banyak media cetak bahkan takut memuat surat pembacanya. Setelah mengalami berbagai penolakan, buku itu akhirnya berhasil diterbitkan dan meledak di pasaran. Sekarang ia mencari mitra untuk mengadakan acara dialog buku tersebut dengan tema "Setelah 100 Hari Pemerintahan SBY-JK". Ada yang berani jadi penyelenggara? Lalu mengapa kisah ini disebutnya kisah biru? Berikut kisahnya:

Duhai, Best Seller!
Buku saya "Janji-janji dan Komitmen SBY-JK, Menabur Kata Menanti Bukti" ternyata amat laris (dari laporan yang saya terima, buku tersebut menduduki peringkat pertama penjualan di hampir semua toko buku terkemuka di Indonesia. ceillehh...!). Padahal, keberadaan buku tersebut belum pernah diiklankan secara terbuka di media cetak, televisi, atau radio manapun. Juga belum pernah diadakan acara promosi semacam peluncuran buku atau sejenisnya sebagaimana buku-buku lainnya.

Karena penasaran, saya pun turun langsung ke lapangan untuk melakukan survei kecil-kecilan. Beberapa toko buku di Jakarta yang sempat saya kunjungi liburan kemarin (tentu saja saya nggak sempat mengunjungi semua toko buku) menempatkan buku tersebut di tempat yang paling diidam-idamkan oleh semua penulis buku "Best Seller". Bahkan di Gramedia Matraman Jakarta, toko buku terbesar di Indonesia, buku tesebut dengan gagahnya menduduki singgasana itu. Saya bilang singgasana, karena buku lokal yang bisa mendapat predikat itu di toko buku tersebut jumlahnya amatlah minim. Selain buku saya, ada juga buku fiksi berjudul Supernova, juga buku tentang tumbuhan yang bisa mengobati HIV (saya lupa judulnya), dan satu buku lokal lainnya (nggak ingat judulnya dan nggak sempat baca dalamnya). Yang banyak adalah buku-buku terjemahan (sekitar 10 judul).

Kok, Alergi?
Buat saya, predikat "best seller" amatlah luar biasa mengingat buku tersebut belum cukup dua minggu beredar. Saya jadi teringat saat-saat sebelum buku itu diterbitkan. Sebenarnya, sebelum selesai ditulis, sudah ada penerbit terkemuka yang bersedia menerbitkannya (buku saya lainnya diterbitkan oleh penerbit ini). Tapi begitu buku selesai ditulis dan melihat isinya, mereka jadi kehilangan nyali. Mereka tak menyangka saya bisa merekam semua janji SBY-JK dan fakta nyata dengan begitu lengkapnya. Lagipula selama ini kan belum pernah ada di Indonesia (bahkan di dunia) buku yang merekam dengan jelas janji-janji seorang politikus, apalagi seorang calon Presiden dan Wakil Presiden yang kemudian terpilih.

Penerbit lain yang juga saya tawarkan (juga penerbit yang akan menerbitkan buku saya lainnya) tiba-tiba tampak seperti kehilangan nafsu. Mereka mengatakan "Oke" tapi dengan suara rendah dan ludah tertahan di tenggorokan. Bagi saya, ini artinya mereka setuju tapi dengan terpaksa dan tidak pasti kapan akan menerbitkannya. Saya malah jadi kasihan pada mereka.

Saya sendiri tak tahu mengapa orang-orang jadi pada alergi menerbitkan buku itu. Padahal berulang-ulang saya katakan, buku ini tak punya pretensi politik apapun. Saya bukanlah orang politik dan bukan orang partai apapun dan manapun. Apalagi sekarang kan kita hidup di alam demokrasi. Malah SBY-JK sendiri dalam berbagai forum berulang-ulang meminta agar mereka dikritik. Mengapa? Ya, supaya mereka tahu sudah sejauh mana mereka melangkah dan sudah sejauh mana mereka belum melangkah. Kok, kita semua jadi pada takut, jadi pada banci sih?

Buku ini bukanlah buku kritikan, tapi punya tujuan yang sama. Isinya adalah janji dilengkapi fakta dan data di Indonesia saat mereka mengucapkan janji. SBY-JK jika sempat membacanya pun saya yakin pasti senang. Dengan adanya buku ini mereka akan terbantu untuk mengingat apa-apa saja yang sudah mereka janjikan (soalnya, boss-boss kita kalau bikin janji kan biasanya suka lupa) dan apa aja yang tidak mereka janjikan. Jangan sampai mereka sudah bersusah payah memenuhi janji, rakyat malah menganggap mereka tidak memenuhi janji karena rakyat sendiri tidak memahami apa yang dijanjikan kepada mereka.

Berikut cuplikan obrolan saya dengan penerbit (yang berhubungan dengan kata hati penerbit adalah imajinasi saya):
"Emang enak kalau janji-janji dibukukan?" kata hati si penerbit.
"Kalau janji asmara dibukukan, emang nggak enak. Tapi kalau janji politik, enaklah,"jawab saya.
"Ya, nggak enak dong buat yang bikin janji. Kan bahaya! Apalagi kamu kan bukan dari partai politik yang sedang berkuasa," kata hati si pernerbit yang masih menggunakan cara berpikir jaman Orba.
"Ya, itu tergantung tujuan awal si pembuat janji," kata saya nggak mau kalah, "Kalau dari awal tujuannya adalah memenuhi janji, ya pasti enaklah. Tapi kalau tujuannya nggak memenuhi janji, ya nggak enaklah."
"Hmmm...enaknya di kamu, tapi bahaya di saya. Kalau buku proyek dari Bank Dunia saya mau deh. Enaknya di saya, dan ruginya di kamu dan rakyat. Hehehe..." timpal hati penerbit. Ia kemudian cuma diam dan hanya bisa mengangguk dengan tatapan kosong entah apa yang sedang dia pikirkan.

Wah, jadi kayak cerpen. Tapi selanjutnya, setelah itu saya berpikir untuk menerbitkannya sendiri. Kenapa tidak? Selama ini saya sudah menulis dan menerbitkan sendiri 41 (empat puluh satu) judul buku direktori bisnis, dan 3 judul buku musik (ini hobi sampingan saya). Dan semuanya laku dijual bahkan di pasar luar negeri. Tapi setelah saya instropeksi diri (ceilehhh..!), saya ternyata belum berpengalaman dalam menerbitkan buku untuk dikonsumsi masyarakat umum. Dengan kata lain, saya belum begitu menguasai jalur-jalur pemasaran di dalam negeri. Ya, mau tidak mau saya harus mencari penerbit lain.

Bejibun SMS & Telepon
Maka mulailah saya berjuang dengan mengirimkan penawaran melalui faks dan email ke berbagai penerbit. Dari 10 penerbit, hanya dua yang antusias dan bersedia langsung menerbitkannya dalam waktu dekat, tiga akan pikir-pikir dulu, sementara sisanya bahkan untuk menjawab saja nggak berani. Tapi saya belum langsung menjawab karena sebelumnya saya sudah terlanjur mengirim surat pembaca ke beberapa media cetak. Di sini juga saya tak habis pikir. Dari sembilan surat pembaca yang saya kirim untuk mencari mitra penerbit buku tersebut, hanya dua yang berani memuatnya. Yakni, Tabloid Kontan dan Harian Bisnis Indonesia, dua media yang menjadi favorit saya selama ini.

Begitu surat pembaca dimuat, saya menerima bejibun telepon dan SMS dari pembaca (maklum, dalam surat pembaca saya sertakan nomor hape saya). Semuanya berisi dukungan dan kesediaan untuk menerbitkan. Bahkan ada yang langsung berniat membeli hak cipta buku tersebut dengan angka berapa saja, tapi bukan untuk diterbitkan melainkan untuk dimusnahkan (hehehe...yang ini mungkin dari kelompok atau partai tertentu).

Hanya butuh dua hari, saya akhirnya berhasil memilih satu penerbit yang saya anggap track record-nya selama ini sangat baik. Yakni, Penerbit Media Pressindo Yogyakarta. Dan benar sesuai janji, hanya sekitar 2 minggu kemudian buku tersebut sudah beredar di pasaran. Sungguh luar biasa.

Nah, sekarang saya tantang Anda. Setelah buku tersebut sukses di pasaran, saya mencari siapa saja baik perorangan maupun kelompok atau organisasi yang bersedia atau lebih tepat yang "berani" untuk menjadi penyelenggara diskusi atau dialog mengenai buku tersebut, baik di Jakarta maupun luar Jakarta. Tentu saja dengan menghadirkan pembicara terkenal di negeri ini. Temanya, terserah penyelenggara. Misalnya, "Evaluasi Janji SBY-JK Setelah 100 hari Pemerintahan" (barusan saya diminta nulis oleh Jurnal Madani PB HMI dengan tema sejenis) atau "janji di Sana, Janji di Sini. Akhirnya ditagih Sana Sini" (hehehehe...). Ada yang berani? Kalau ada, Anda bisa mengontak saya di email: rudypontoh@yahoo.com.

O,ya, kisah ini saya sebut kisah biru karena waktu menulisnya saya menggunakan kacamata dengan lensa biru penahan terik matahari. Huruf-huruf yang tampak semuanya jadi biru. Bener, deh. Kalau nggak percaya, coba deh buktikan. Kalau Anda membacanya sambil menggunakan kacamata berlensa ungu, Anda bisa merubah judulnya menjadi Kisah Ungu. Terserah...suka-suka Anda-lah ! Ini kan jamannya perubahan!

Salam,

Rudy S. Pontoh
Penulis Buku Janji-janji dan Komitmen SBY-JK

Tidak ada komentar: